Perawan di malam tanpa rembulan

Oleh: Rizki Satrio


Perawan di malam tanpa rembulan

Cemerlang menjaga dua cinta, satu untuk ku, satu tersimpan suatu untuk nya kenangan

Sementara ini aku pura-pura ramai

Berharap memancingmu, perawan gemulai

Melagukan gairah lewat petikan biola benang sehelai terurai


Di malam kesaksian kita berdua

Jangan biarkan bungkam saja

 Meski pengap udara di detik-detik persaksian kita berdua

Kita akui keganjilan di lima April ini, kita lihat sebongkah gelap membelah dunia dalam malam ruas-ruas langit terbentang mendua

Satu temaram akibat bantuan warna lilin-lilin aurora

Satu merah kental di lumuri gas-gas nafas harum mu seorang dara

Sisanya angin malam menjilat telinga ku panas membara

Udara sekitar losmen kita mengental

Cahaya lampu nya panas memental

Aku berdiri di pintu kamar menatapmu nanar

Mencari akal untuk membujukmu mau bertarung tanpa perlu pelik tawar menawar

Mencoba ajakmu bertarung cinta liar

Putihkan mulut-mulut cadel mu

Meminta pada mu agar terbangkan tiga lembar sutra penutup payudara mu


Perawan: siapakah yang bertanggung jawab atas rindu kita?

Penyair: malam panjang ini. Malam tak toleran kepada kebungkaman

Lalu si malam menyetubuhi bungkam, sampai ia hamil. Malam yang menghamilkan sajak-sajak miris inilah luapan rindu kita.


Bahasaku adalah bahasa puisi

Ya aku mencaci dan mencintai mu dengan bahasa ini

Bahasa paling aneh tapi berani

Ku berikan tubuh dan cinta ku untukmu

Dengan puisi ku yang ambigu

Ayo perawan terimalah ini lebih dari cukup

Cinta dan jiwa pengembaraan ku yang setangkup


Mei 2019, Bantul 

Komentar

Postingan Populer