Harga Perpisahan
Oleh: Rizki Satrio
Aku melukis mu
Bibir tipis keibuan mu
Anggun namun tergetar menggigil
Bening air mata mu terpendar sayu
Senyummu jelmakan elegi sedih
Keceriaan mu sayup-sayup lenyap
Cat dari kuas ku surut gelap
Kanvas ku makin pekat
Pelukisanku sepadan penjiwaanmu
Kau tersudut
Keputusan sakral
Biasanya ini disebut tradisi
Aneh, tradisi ini tak ada di kitab suci agama apapun di dunia ini
Tradisi berlapiskan moral lancung
Tradisi ini menindas mu
Bahkan tradisi ini
Menempatkan perempuan merdeka pada kehinaan
Pada noda kemanusiaan paling tak terperikan
Kau mampu bertahan?
Bukan sebagai perempuan-perempuan merdeka?
Kau pun kuyu dan kurus
Kecantikan tertanggalkan berkerutan
Terganti kering pilu
Demi kemuliaan tradisi di atas panggung picisan
Sebelum aku mengembara tak tentu
Aku memandang mu kembali
Kaulah korban "kebaikan bersama"
Ini sebenarnya "kebaikan sepihak"
Demi gengsi dan pujian belaka
Kebaikan apapun itu judul ceritanya
Tanpa ada perbaikan harkat kemanusiaan
Kau seumpama meneguk madu bercampur sianida
7 tahun berlalu..
Ku amati badanmu makin susut pergelangan tanganmu makin kurus
Rona wajah ayu mu mulai pudar dan menua
Oleh derita
Rambutmu mulai kusut tak terurus
Kedua kakinya telah cacat
Ketika tak ada siapapun di sampingmu
Aku terus menemanimu di momen-momen
Bahkan sewaktu memandang cahaya matamu yang mulai redup
degup jantung ku masih bergetar tak karuan
Apakah ini cinta?
Yogyakarta, 17 Oktober 2019
Komentar
Posting Komentar