Puisi Mei (2)
Oleh: Satrio Kumboro
Alasan aku menyukai tanah sirah ini
Tak peduli kemarau atau hujan badai
Setiap tanggal 15 dari malam
Bulan purnama akan menyeringai sedalam misteri
Sastra dan puisi pun turut berpanen purnama
Kadang gembira
Namun kerap terasing
Karena muncul dari sinar temaram di suatu ngarai sunyi
Kata-kata nya rapuh berkelejatan dari sungai mengering kersik
Penyair kehidupan pun luruh merenung
Persis desik dedaunan gugur di musim kesembilan
Mencoba khidmat, suci dan tenggelam bisu bersama telaga
Menyusuri hikmah dari setiap permenungan
Mereka tak menemui apa-apa dan siapa
Kecuali tersayat gigil oleh air telaga
Tak ada Ilham filosofis
Air telaga berubah tak kudus
terlampau cemar tercampur dosa-dosa limbah pabrik
Sekian kalinya,
Penyair tak menemui apa-apa dan siapa
Kecuali mendapati jati diri populasi kaumnya kini berubah-ubah
Mengatasnamakan deru seru kemajuan
Segalanya tak harmoni
Segalanya menjadikan tatanan meracau
Ukurannya serba materi
Untung atau rugi
Hutang atau konsumsi
Tak selaras antara bumi dengan si penghuni
Puisi tak mau berperan lagi
Puisi mirip benda mati tanpa hati
Penyair kecewa menyadari ini
Bajingan, diri nya cuma bergeming menyadari!
Angkatan milenial kebaruan
Mengajarkanku dan penyair gembel ini
Puisi itu benda mati tanpa hati
Puisi itu sayembara menentukan juara 1, juara 2, dan juara tanpa demokrasi
Puisi itu milik junta konglomerat pencipta puisi esai
Puisi tak boleh lagi terlahir dari rahim nurani
Tak biasa lagi puisi keras, kasar tapi ajarkan berani
Puisi harus tersaring wangi di atas meja belajar orang-orang puisi esai
Puisi itu semulus paha pelacur kapitalis
Puisi tak boleh panggungkan derita cerita kaum fakir
Sejak orde neo-repotnasi,
Dan sastra serupa barang-barang keramat
Memisahkan gelombang diksi dari akar permasalahan kehidupan sehari-hari
Terpenjara kan oleh moral-moral kemunafikan
Puisi itu sunyi
Puisi itu mati
Aku tak tahu mana itu puisi dan sastra mewakili nyawa jutaan orang yang hidup di bawah garis kelayakan sandang pangan papan
Di toko buku dan emperan kesenian
Lazim ku jumpai cerita-cerita orang kaya bermuka manis mewakili bumi Indonesia
Dengan fiksi seronok
Dengan fantasi orang-orang kaya sedang memperkosa asmara
Yogyakarta, 6 Mei 2020
Alasan aku menyukai tanah sirah ini
Tak peduli kemarau atau hujan badai
Setiap tanggal 15 dari malam
Bulan purnama akan menyeringai sedalam misteri
Sastra dan puisi pun turut berpanen purnama
Kadang gembira
Namun kerap terasing
Karena muncul dari sinar temaram di suatu ngarai sunyi
Kata-kata nya rapuh berkelejatan dari sungai mengering kersik
Penyair kehidupan pun luruh merenung
Persis desik dedaunan gugur di musim kesembilan
Mencoba khidmat, suci dan tenggelam bisu bersama telaga
Menyusuri hikmah dari setiap permenungan
Mereka tak menemui apa-apa dan siapa
Kecuali tersayat gigil oleh air telaga
Tak ada Ilham filosofis
Air telaga berubah tak kudus
terlampau cemar tercampur dosa-dosa limbah pabrik
Sekian kalinya,
Penyair tak menemui apa-apa dan siapa
Kecuali mendapati jati diri populasi kaumnya kini berubah-ubah
Mengatasnamakan deru seru kemajuan
Segalanya tak harmoni
Segalanya menjadikan tatanan meracau
Ukurannya serba materi
Untung atau rugi
Hutang atau konsumsi
Tak selaras antara bumi dengan si penghuni
Puisi tak mau berperan lagi
Puisi mirip benda mati tanpa hati
Penyair kecewa menyadari ini
Bajingan, diri nya cuma bergeming menyadari!
Angkatan milenial kebaruan
Mengajarkanku dan penyair gembel ini
Puisi itu benda mati tanpa hati
Puisi itu sayembara menentukan juara 1, juara 2, dan juara tanpa demokrasi
Puisi itu milik junta konglomerat pencipta puisi esai
Puisi tak boleh lagi terlahir dari rahim nurani
Tak biasa lagi puisi keras, kasar tapi ajarkan berani
Puisi harus tersaring wangi di atas meja belajar orang-orang puisi esai
Puisi itu semulus paha pelacur kapitalis
Puisi tak boleh panggungkan derita cerita kaum fakir
Sejak orde neo-repotnasi,
Dan sastra serupa barang-barang keramat
Memisahkan gelombang diksi dari akar permasalahan kehidupan sehari-hari
Terpenjara kan oleh moral-moral kemunafikan
Puisi itu sunyi
Puisi itu mati
Aku tak tahu mana itu puisi dan sastra mewakili nyawa jutaan orang yang hidup di bawah garis kelayakan sandang pangan papan
Di toko buku dan emperan kesenian
Lazim ku jumpai cerita-cerita orang kaya bermuka manis mewakili bumi Indonesia
Dengan fiksi seronok
Dengan fantasi orang-orang kaya sedang memperkosa asmara
Yogyakarta, 6 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar