Rumah Penyembuhan

Oleh: Rizki Satrio


Sudah cukup usang rumah itu disebut rumah sakit

Kita sudah lazim menyebutnya dengan sebutan rumah sakit

Entah anda sehat atau sekarat kita tak bisa lepas dari rumah sakit

Banyak memori berkaca dalam cermin benak tentang sakit itu menderita, tertanam di rumah orang sakit, yakni rumah sakit

Memori begitu kental menjadi diari panjang jauh sebelum pandemi corona menggilas

Setiap ke rumah sakit atau sekedar melewatinya

Aku terkenang banyak berpisah akan maut

Bapak dan ibu telah tiada

Menjumpai mati di rumah sakit, menggores nasib kepada kalut


April kelam tempo dahulu

Kami, keluarga sahaja

Berkumpul di rumah sakit pelabuhan Jakarta Utara

Menguatkan doa serta tenaga upaya

Supaya sakit si bapak lekas sembuh sediakala

Karena kami kasta kelas teri

Bapak dirawat dalam kamar kelas kere

Kasurnya empuk apalagi bantalnya bukan dari kerupuk

Lebih mewah dari kediaman kami punya gubuk


Siang-sore jadwalku menjaganya

Obat-obatan dan makanan selalu di sampingnya

Obat dari resep dokter itu jitu

Kalau tidak sembuh

Paling enggak menunda mati mendadak


Ruangan ber-AC meski bukan kelas VIP

Lantai coklat kekuning-kuningan

Dengan letak sempit saling berdempetan

Dengan orang-orang dan sanak keluarga lainnya yang sakit

Seminggu aku menginap di rumah sakit

Berharap campur cemas

Lekas sembuhlah pak

Beri sinyal kebangkitan mu

Meski aku kala itu sudah dewasa

Kuakui lebih banyak menangis daripada menerima


Tepat minggu siang seusai zuhur

Komplikasi penyakit yang ganas

Memagut bapak ku orang terluhurku

Dalam keabadian pada titik penyerahan nyawa

Aku menemaninya

Berada di pojok sunyi samping bahu kanannya

Mengamati keteduhan mata terpejamnya

Bibirnya terkatup menolak tunjukkan perih

Parasnya pucat, lukiskan rasa bersalah sekaligus pasrah

Kematian memberi garis kental

Jasad hening oleh kesaksian terpental

Kebisuan terasa gamang

Nuansa kamar opname jadi guram

Beberapa menit amat berat

Jam berwaktu lamat-lamat

Sejurus perawat membersihkan darah dari sakratul maut

Wajah-wajah mereka biasa

Hanya bahasa tubuh mereka sigap 

Sesekali mengintip bola mata ku yang keruh


Tak ada belasungkawa besar

Sebab kematian adalah kejadian lumrah di rumah sakit

Tak ada kalungan bunga duka cita

Sebab keluarga kami masih meninggalkan hutang pada pencipta

Sejak itu trauma mengecapkan dada

Rumah sakit mirip pemakaman angker


Bapak dan ibu memberi salam terakhir

Tanpa ada kesempatan sembuh

Sebab kematian itu niscaya

Biarpun berkali-kali dokter internis mengupayakan kuasa

Nyatanya Tuhan penentu yang berkuasa


Sakit mengajarkan ketabahan

Kematian mengabarkan kerelaan

Duka, lawan seimbang gembira

Kesembuhan dari penyakit merupakan mukjizat lezat dari sang pencipta

Kelak, aku berkeinginan

Kosa kata "rumah sakit" lenyap dari kamus besar bahasa Indonesia

Kata "rumah sakit" terhapus oleh optimisme dan kehendak pasien yang walau sakit tetapi masih menumbuhkan jutaan asa hidup


"Rumah sakit" sudah diksi purba

Terganti harapan baru berdiksi "rumah sembuh"

Tempat jutaan orang Indonesia tergeletak sakit tetapi jutaan asa sembuh tetap bergerilya dalam sanubari

Tempat banyak fakir paria terbaring sendu tetapi kesempatan sembuh selalu mungkin

Dan senantiasa hidup

Meski kematian adalah niscaya

Trauma sakit lekaslah binasa

Kepulihan akan terus tersedia


Jogja, Januari 2021

Komentar

Postingan Populer