Jogja kasmaran malam ini
Lama tak jumpa
Tak berkabar dan membagi cerita
Kekasih centil ku aku resah
Menunggumu di teras sebelah timur jalan cendana
Di tebas angin keruh bualan orang-orang manja
Pukul dua dini hari kamis
Belum juga terlihat senyum lugu mu berkemas
Rembulan-gemintang pun melototiku gemas
Mondar-mandir tak pedulikan nyalang sorotnya sepintas
Kerepotan aku di rampok gelisah
Menunggumu sampai salah tingkah
Kapan kau kemari?
Aku ingin kepadamu
Menelanjangi mimpi-mimpi jorok yang mulut nya amis
Ingin cepat kaya padahal mental nya mengemis
Ingin segera sukses meski modal nya dengkul kempis
Dari lampion kuning legap dekatku
Ku tatap sesobek bibir menor mu
Itulah penunjuk cinta ku tiba
Ayo kita tukar iba dengan cinta
Membagi sendu menyisa
Biar pergi itu kecam menyiksa
Teruskan saja rindu kesumat kita
Sudah bosan aku dan kau di perintah-perintah
Di suruh jadi pesuruh oleh majikan kita
Yang lidah nya menghisap tenaga bercinta kita
Baunya pun mirip lintah
Bunyi ketukan kentongan penjaja nasi goreng
Berbarengan dengan kecupanku di jidatmu yang berbekas koreng
Kau biarkan jilatanku mencicipi Puspita cokelat mu
Memancingmu semakin genit dan pasrah
Kekasih aku haturkan terimakasih
Kau jaga suci puspita mu dari kumpulan kuman belang
Kau pertahanan kan itu
persembahkannya cuman buat aku seorang
Cinta ini cinta pinggiran
Romansanya bukan settingan
Tanpa tarian tanpa sajak-sajak cengeng
Cinta ini cinta dewasa
Kuat di mabuk kepayang
Binal di ambang layang-layang
Singkirkan dugaanmu
Kalau aku ini romantis
Menawar cinta malam mu
Dengan sebatang sajak dramatis
Bukan, bukan itu...
Bukan soal aku pandai memilih kata
Memang aku tak punya uang
Buat sekedar belikan buku midah si manis bergigi emas untukmu
Aku ini fakir
Kau kikir
Cinta kita memang indah tapi melarat
Tak sentuh kata-kata bersyarat
Seperti puisi-puisi cumbu kita
Yang terselip di dada kiri mu
Yang merdu namun bejat
Cinta kita adalah cinta kere
Aku buruh, kau PRT
Cinta kita adalah cinta kelana
Matang di tempa beringasnya rimba
Sembunyikan deritamu dari khalayak
cukup lah aku saja yang tahu
Sebab majikan mu hanya tahu tawa mu
Aku lebih paham borok mu
Sebab aku ini plester nestapa mu
Memang tak ada penawar sengsara
Selain aku yang sering bersama mu merana
Cinta ku tak tega mendikte mu
Cintaku tak lagi utamakan aku
Karena kau tetaplah kau
Yang leluasa makan, berak, terlelap, dan bahagia dengan cara mu sendiri
Bercak merahmu bagai leher di tusuk gigi
Jangan di hapus dan jangan malu
Biarkan itu petanda malam kita usai bersenggama kelu
Menara subuh menggagahi langit
Lapisan putihnya binasa
Fajar menyingsing tergopoh-gopoh
Lekas pulanglah ke rumah tuan mu yang sinis itu
Semoga kau segera minggat dari duburnya
Aku redam amarahku kepadanya
Mungkin pikiranku keburu menenggak nanar
Pagi ini aku tidur nebeng dimana?
Tanya ku pada aku sendiri
Aku terlalu sok simpatik
Padahal tidurku menggelandang, tak kenal ruang dan cuaca
Tak kenal kos-kosan
Benar sungguh akulah si malang yang bohemian
Yogyakarta, 14 Maret 2019
Komentar
Posting Komentar