Jogja kasmaran malam ini

Oleh: Satrio Kumboro

Lama tak jumpa

Tak berkabar dan membagi cerita

Kekasih centil ku aku resah

Menunggumu di teras sebelah timur jalan cendana

Di tebas angin keruh bualan orang-orang manja
Pukul dua dini hari kamis

Belum juga terlihat senyum lugu mu berkemas

Rembulan-gemintang pun melototiku gemas

Mondar-mandir tak pedulikan nyalang sorotnya sepintas

Kerepotan aku di rampok gelisah

Menunggumu sampai salah tingkah

Kapan kau kemari?

Aku ingin kepadamu

Menelanjangi mimpi-mimpi jorok yang mulut nya amis

Ingin cepat kaya padahal mental nya mengemis

Ingin segera sukses meski modal nya dengkul kempis
Dari lampion kuning legap dekatku

Ku tatap sesobek bibir menor mu

Itulah penunjuk cinta ku tiba

Ayo kita tukar iba dengan cinta

Membagi sendu menyisa

Biar pergi itu kecam menyiksa
Teruskan saja rindu kesumat kita

Sudah bosan aku dan kau di perintah-perintah

Di suruh jadi pesuruh oleh majikan kita

Yang lidah nya menghisap tenaga bercinta kita

Baunya pun mirip lintah
Bunyi ketukan kentongan penjaja nasi goreng

Berbarengan dengan kecupanku di jidatmu yang berbekas koreng

Kau biarkan jilatanku mencicipi Puspita cokelat mu

Memancingmu semakin genit dan pasrah

Kekasih aku haturkan terimakasih

Kau jaga suci puspita mu dari kumpulan kuman belang

Kau pertahanan kan itu

persembahkannya cuman buat aku seorang
Cinta ini cinta pinggiran

Romansanya bukan settingan

Tanpa tarian tanpa sajak-sajak cengeng

Cinta ini cinta dewasa

Kuat di mabuk kepayang

Binal di ambang layang-layang
Singkirkan dugaanmu

Kalau aku ini romantis

Menawar cinta malam mu

Dengan sebatang sajak dramatis

Bukan, bukan itu...

Bukan soal aku pandai memilih kata

Memang aku tak punya uang

Buat sekedar belikan buku midah si manis bergigi emas untukmu

Aku ini fakir

Kau kikir

Cinta kita memang indah tapi melarat

Tak sentuh kata-kata bersyarat

Seperti puisi-puisi cumbu kita

Yang terselip di dada kiri mu

Yang merdu namun bejat
Cinta kita adalah cinta kere

Aku buruh, kau PRT

Cinta kita adalah cinta kelana

Matang di tempa beringasnya rimba
Sembunyikan deritamu dari khalayak

cukup lah aku saja yang tahu

Sebab majikan mu hanya tahu tawa mu

Aku lebih paham borok mu

Sebab aku ini plester nestapa mu

Memang tak ada penawar sengsara

Selain aku yang sering bersama mu merana
Cinta ku tak tega mendikte mu

Cintaku tak lagi utamakan aku

Karena kau tetaplah kau

Yang leluasa makan, berak, terlelap, dan bahagia dengan cara mu sendiri
Bercak merahmu bagai leher di tusuk gigi

Jangan di hapus dan jangan malu

Biarkan itu petanda malam kita usai bersenggama kelu
Menara subuh menggagahi langit

Lapisan putihnya binasa

Fajar menyingsing tergopoh-gopoh

Lekas pulanglah ke rumah tuan mu yang sinis itu

Semoga kau segera minggat dari duburnya

Aku redam amarahku kepadanya

Mungkin pikiranku keburu menenggak nanar

Pagi ini aku tidur nebeng dimana?

Tanya ku pada aku sendiri
Aku terlalu sok simpatik

Padahal tidurku menggelandang, tak kenal ruang dan cuaca

Tak kenal kos-kosan

Benar sungguh akulah si malang yang bohemian

Yogyakarta, 14 Maret 2019

Komentar

Postingan Populer